PADANG, LINTASMEDIANEWS.COM
PT Semen Padang mencatat hasil menggembirakan dari uji coba pemanfaatan maggot Black Soldier Fly (BSF) sebagai pakan alternatif ikan nila. Dalam dua minggu, berat ikan meningkat hingga 23–27 persen, menjadikan maggot sebagai solusi potensial di tengah mahalnya harga pakan komersial.
Kepala Departemen Komunikasi & Hukum Perusahaan PT Semen Padang, Iskandar Z Lubis, menyampaikan bahwa inisiatif ini merupakan bagian dari Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan. “Kami terus mendorong solusi berkelanjutan terhadap tantangan sosial dan lingkungan. Salah satunya melalui pemanfaatan maggot BSF sebagai substitusi pakan komersial untuk budidaya ikan air tawar,” ujarnya di Padang, Minggu (1/6/2025).
Iskandar menjelaskan, program ini lahir dari dua persoalan utama yang dihadapi masyarakat, khususnya pembudidaya kecil, yakni mahalnya harga pakan dan tingginya volume sampah organik yang belum tertangani. "Dengan pendekatan ekonomi sirkular, maggot menjadi solusi inovatif yang efisien secara biaya, sekaligus membantu pengurangan sampah dan peningkatan produktivitas budidaya,” jelasnya.
Tujuan dari program ini, tambahnya, adalah menciptakan pakan ikan yang ekonomis dan ramah lingkungan, serta memperkuat ketahanan pangan lokal. Ia berharap inisiatif ini bisa direplikasi lebih luas di berbagai daerah. “Selain mengurangi biaya produksi, ini juga mendukung program pengurangan sampah organik dan pengendalian emisi gas rumah kaca,” ungkapnya.
Kepala Unit CSR PT Semen Padang, Ilham Akbar, yang turut meninjau uji coba di Pokdakan Lubuk Tampurung Indah, Kecamatan Kuranji, menyebutkan hasil uji coba menunjukkan pertumbuhan signifikan pada ikan. “Ini menjadi bukti bahwa maggot sangat potensial menggantikan pakan komersial yang selama ini mahal dan menjadi keluhan utama pembudidaya,” katanya.
Program ini melibatkan Dr. Resti Rahayu, akademisi dari Departemen Biologi FMIPA Universitas Andalas, sebagai pendamping teknis. Maggot yang digunakan berasal dari Rumah Sentra Budidaya Maggot BSF binaan PT Semen Padang, yang sebelumnya merupakan Tempat Pengelolaan Sampah (TPS3R) di Kelurahan Rawang.
Menurut Ilham, inti dari program ini adalah mengolah limbah dapur menjadi pakan bernilai ekonomis. “Jika maggot dapat dibudidayakan secara mandiri, maka biaya produksi pakan bisa ditekan jauh lebih rendah,” ujarnya.
Dr. Resti menjelaskan bahwa uji coba berlangsung selama 45 hari menggunakan 12 kolam berukuran 1x1 meter, masing-masing berisi 20 ekor ikan nila dengan bobot awal 100–125 gram. Empat jenis pakan diuji: 100% pakan komersial, 100% pakan Gerpari (campuran tepung roti, susu kedaluwarsa, ampas tahu, pelet), 100% pelet Pelkito SP (pakan olahan maggot), dan kombinasi 50% pakan komersial dengan 50% maggot segar.
“Pertumbuhan tertinggi masih dicapai oleh pakan komersial dengan kenaikan 30 persen. Namun, kombinasi maggot dan pakan komersial mencatat pertumbuhan 23–27 persen, dengan efisiensi biaya yang jauh lebih baik,” ungkapnya. Ia menambahkan, harga pakan komersial mencapai Rp12.000/kg, sedangkan maggot hanya Rp4.000–6.000/kg. Jika dibudidayakan sendiri, biayanya bisa jauh lebih murah.
“Manfaat lainnya adalah pengurangan sampah organik ke TPA dan penurunan emisi gas rumah kaca,” tambahnya. Dosen yang dikenal sebagai “Ayu Maggot” ini menilai budidaya maggot memiliki dampak lingkungan dan ekonomi yang luas.
Ketua Pokdakan Lubuk Tampurung Indah, Mikirizal, menyambut baik hasil ini. “Biaya pakan selama ini menjadi hambatan utama dalam budidaya ikan. Jika maggot dapat dikembangkan lebih luas, tentu akan sangat membantu kami,” ujarnya.
Program ini juga mendukung visi Pemerintah Kota Padang dalam pengurangan sampah organik dan selaras dengan program darurat sampah. Selain itu, inisiatif ini turut mengimplementasikan poin Asta Cita Presiden Prabowo Subianto terkait ketahanan pangan dan pengelolaan lingkungan berkelanjutan.