Padang,Lintas Media News
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat (Sumbar) Suwirpen Suib mengatakan.Ada ungkapan bagi masyarakat Minang yang masih sering disebutkan sampai hari ini yaitu; “Urang Minang tu, Taimpik nak Di ateh, Takuruang nak di lua”. Bila diartikan sepintas, maka sebagian besar orang menyimpulkan arti dari ungkapan tersebut dalam konotasi negatif yaitu “Cadiak Buruak/Caliah” (Licik).

Namun, bila diurut secara terminologi, kata tersebut mengisyaratkan masyarakat minang harus berfikir Progresif dan Solutif, penuh makna yang perlu diartikan secara mendalam.Kata Suwirpen saat menghadiri malam resepsi hari jadi Sumbar ke-78, Minggu (1/10/2023) di Gubernuran Sumbar.

Menurut Suwirpen,Di Minang sedari kecil sudah diajarkan kato nan ampek, kato nan ampek dimaknai sebagai pengklasifikasian cara berbicara orang Minang yaitu, bagaimana cara berbicara dengan orang lebih tua, cara berbicara dengan orang lebih kecil, cara berbicara dengan orang seumuran dan cara berbicara dengan orang yang disegani.

Namun, budaya tersebut bak seperti Hilang entah kemana. Fenomena masyarakat Minang hari ini, lebih mendahulukan ucapan dari pada berfikir yang kemudian akhirnya berujung pada hujatan.Ujarnya.
” Bila ditelusuri, group media sosial masyarakat Minang hari ini, hampir merata hanya berisikan cacian dan makian, dan lebih memprihatinkan lagi, masyarakat mudah termakan provokasi oleh berita-berita hoax,” katanya.

Untuk itu,pada kesempatan itu Suwirpen mengharapkan, Sumbar harus menjadi daerah yang terus melahirkan pemikir-pemikir ulung karena, dari sejarah masyarakat Minang dikenal dengan tempat lahir pemikir-pemikir ulung. Sebut saja M.Yamin yang gagasannya menjadi pemantik anggota sembilan untuk melahirkan Piagam Jakarta, sehingga menjadi cikal bakal lahirnya Pancasila pada Juni 1945.

” Ada Mohammad Hatta, wakil presiden pertama yang dikenal sebagai bapak ekonomi Indonesia,” katanya.

Adalagi Datuk Ibrahim Tan Malaka, yang pemikiran progresifnya menjadi pelecut bagi kaum revolusioner Indonesia (bahkan pemikirannya masih hidup dan menjadi bagian kerangka kritis dari sebagian kaum pergerakan hari ini).

“Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih populer dipanggil Buya Hamka, seorang ulama yang menjadi panutan bagi tokoh-tokoh pendiri bangsa diakhir hidup mereka. Masih ada lagi, Agus Salim yang terkenal dengan keterampilan berdiplomasi dan teknik lobby yang tinggi,” katanya.

"Sebagai orang yang hidup dalam masyarakat Minang, saya merasakan bagaimana pentingnya budaya harus dilestarikan,dengan lestarinya budaya Minang, seperti perhatian yang besar terhadap pendidikan dan sekolah baik formal maupun non formal dan budaya hidup badunsanak, seharusnya dapat menghilangkan sifat caci maki yang marak belakangan ini",Tutup Suwirpen. (*/st)
 
Top