PADANG,Lintas Media News
Anggota Komite IV DPD RI H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH melakukan pertemuan dan berdiskusi dengan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumatera Barat pada Rabu (10/5) di Kantor Bappeda Sumbar. 

H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH menyampaikan, kunjungannya adalah dalam rangka pengawasan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2022 tentang APBN 2023. Khususnya dana yang ditransfer ke daerah, yaitu DAU, DAK, dan Dana Desa. Dalam kunjungannya ke Bappeda Sumbar, Leonardy ingin mengetahui perkembangan perekonomian dan pembangunan di Sumatera Barat.

Kata Leonardy, beberapa tahun terakhir Sumatera Barat memang menghadapi masalah ekonomi dan sosial yang cukup pelik. Mulai dari tingkat inflasi yang tinggi, hingga  permasalahan stunting.

“Bahkan di tahun 2022, masih ingat kita bahwa inflasi Sumatera Barat termasuk yang tertinggi sebesar 7,43%,” kata Leonardy.

Namun, seiring berjalannya waktu dan berbagai usaha pemerintah daerah, perlahan perekonomian mulai bangkit dan meningkat ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu diperlukan informasi dari Bappeda Sumbar berkaitan hal tersebut secara rinci agar dapat diketahui indeks pembangunan dan pertumbuhan ekonomi saat ini. 
Dalam pertemuan ini, Kepala Bappeda Sumbar, H. Medi Iswandi, ST MM menyampaikan bahwa pada tahun 2023 ada beberapa indikator terhadap perbaikan kondisi Sumatera Barat secara keseluruhan. Secara umum, angka kemiskinan di Sumbar menurun dan saat ini berada pada posisi ke enam terendah di Indonesia. Selain itu, keseimbangan pendapatan atau Gini ratio Sumbar berada pada posisi ke empat terendah di Indonesia, yang artinya kesenjangan ekonomi yang rendah atau tidak ada yang terlalu kaya dan terlalu miskin.

“Jadi, pemerataan ekonomi di Sumatera Barat secara umum cenderung lebih baik jika dibandingkan daerah lainnya,” ungkapnya.

Namun, menurut Medi implikasinya adalah pertumbuhan ekonomi Sumbar memang tidak terlalu tinggi. Saat ini menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) saat ini juga sudah membaik pada posisi 10 besar tertinggi secara nasional. 

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumbar saat ini juga meningkat saat ini mencapai Rp3.030.460.024.217. Di Sumbar sendiri, Meidi mengatakan PAD tertinggi berasal dari pajak. Dari data PAD yang meningkat, dapat disimpulkan masyarakat sangat patuh pajak karena perekonomian yang membaik sehingga mampu membayar pajak tepat waktu.

Total APBD Provinsi Sumatera Barat tahun 2023 adalah sebesar Rp6,781 triliun lebih. Terdiri dari Pendapatan Daerah ditargetkan sebesar Rp6.459.260.685.217 dan Belanja Daerah dialokasikan sebesar Rp6.789.260.685.217.

Pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sebesar Rp3.030.460.024.217 dan pendapatan transfer saat ini sebesar Rp3.412.828.601.000 yang naik sebesar 5,57% dari tahun 2022. Namun, Dana Transfer ini penggunaannya sudah diatur oleh pemerintah pusat sehingga penggunaannya terbatas.

Medi selanjutnya menyampaikan juga berkaitan jalan Sitinjau Laut yang dinilai sangat ekstrim. Jalur ini sangat berbahaya, banyak terjadi kecelakaan. Dari tahun 2016–2020, terjadi 50 kecelakaan, meninggal 19 orang, 9 orang luka berat, dan 111 luka ringan. Hal ini disebabkan jalur ekstrim itu terdiri dari tanjakan dan turunan yang terlalu curam, radius tikungan yang terlalu sempit, hingga menyebabkan kendaraan bermotor lepas kendali terutama angkutan truk.

Banyaknya faktor yang mempengaruhi membuat jalan Sitinjau Laut berbahaya dilalui apalagi dengan volume kendaraan yang melintas cukup tinggi. KNKT beberapa tahun lalu telah mengusulkan pembangunan jalan baru. Bappeda Sumbar juga sudah mengusulkan pembangunan Fly Over Sitinjau Laut. Namun, karena keterbatasan anggaran usulan ini masih belum terlaksana. 

“Kita sudah membahas opsi berkaitan jalan ini dengan Kementerian PUPR dan Hutama Karya dengan berbagai detail dan alternatif,” jelasnya.

Ia mengharapkan dorongan dari DPD RI agar beberapa alternatif yang diusulkan, minimal salah satunya dapat diterima. Sehingga, ini akan membuka ekonomi Sumatera Barat melalui jalan darat.

Kepada Leonardy, Medi juga menyampaikan perihal perubahan kebijakan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Untuk dana alokasi umum yang ditransfer ke daerah adalah gaji pegawai sebesar Rp1,489 T. Sementara sisanya Rp463,734 miliar ditransfer setelah daerah mengusulkan kegiatan dan kegiatan itu harus dilaksanakan dalam waktu yang ditetapkan pemerintah pusat. Artinya dana ini ditentukan penggunaannya, waktu pelaksanaan ditentukan  pusat, jika tidak dananya tidak ditransfer. 

"Ini DAU rasa DAK. DAU yang diperuntukkan ini menyulitkan daerah yang pendapatan daerah mereka di bawah 10 persen APBD-nya. Belum lagi pemerintah daerah harus menurunkan beban belanja pegawai sebesar 30 persen dari total APBD. Sumbar saat ini 32,84 persen," ujarnya sambil berharap agar DPD RI bisa menyampaikan hal ini dalam rapat kerja dengan pemerintah pusat. 

Berkaitan Stunting yang sekarang dikoordinatori BKKBN, Medi mengatakan di Sumbar permasalahannya bukan di penanganan program. Masalah yang dihadapi adalah penentuan survei dan penetapan angka stunting. Melalui Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dengan sampel yang kurang dari 2% total populasi lahir, serta tidak sesuainya jumlah kelahiran tiap penduduk, angka stunting di Sumbar rata-rata mencapai 25,1.

Berdasarkan Elektronik Pelaporan Pencatatan Gizi berbasis Masyarakat (EPPGM), angka stunting Sumbar sebesar 9,9. Hal ini menimbulkan kebingungan angka mana yang dipakai, karena dua data ini sama-sama didapat dari Pusdatin Kementerian Kesehatan.

Medi berharap, melalui pertemuan dengan H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH ini, dapat disampaikan ke pemerintah untuk memperbaiki masalah tersebut. Karena berkaitan pendataan ini sangat krusial dalam perencanaan dan pembangunan daerah.


Berikan Dukungan

Leonardy mengatakan bahwa saat ini secara nasional dana transfer ke daerah memang naik. Jadi, kenaikan dana transfer ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat.

“Semoga, meski dengan kenaikan yang kata Kepala Bappeda Sumbar hanya 5,57 persen dapat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi provinsi,” ungkap Leonardy.

Ditegaskan Leonardy, kenaikan ini buah dari usulan Kepala Bappeda saat berkunjung tahun lalu dan membahas tentang APBD Sumbar tahun 2022. "Hasil pertemuan ini pun kita sampaikan juga ke pemerintah. Termasuk DAU yang berasa DAK ini," ucapnya. 

Ketua Badan Kehormatan DPD RI juga mengatakan bahwa salah satu indikator yang menandakan pertumbuhan ekonomi mulai membaik adalah menggeliatnya usaha ekonomi masyarakat pasca pandemi. 

Leonardy yang juga Ketua Dewan Pembina PERTI Sumatera Barat ini mengatakan berkaitan pembangunan jalan alternatif Sitinjau Laut memang harus terus didorong. DPD RI akan terus mendorong pemerintah agar pembangunan jalan ini dipercepat. Apalagi jalan Sitinjau Laut merupakan salah satu jalur ekonomi yang krusial di Sumatera Barat. 

Dikatakan Leonardy, jalan alternatif berupa dibangunnya fly over Sitinjau Laut akan berdampak bagi pengembangan Teluk Bayur. Jalur distribusi barang akan lebih banyak memanfaatkan pelabuhan di sebelah barat Indonesia itu. Sehingga hubungan dagang dengan negara di Asia dan Afrika akan meningkat dengan jalur dagang yang lebih dekat.

Selain itu, pembangunan daerah juga akan lebih berkembang. Hal ini disebabkan nilai pembangunan Fly Over ini juga akan meningkatkan daya tarik investasi. Bahkan tak hanya meningkatkan perekonomian daerah, perekonomian nasional juga akan terbantu sesuai status jalan Sitinjau Laut sebagai jalan nasional. Tentunya masyarakat juga akan merasa lebih aman saat menggunakan jalan tersebut yang merupakan salah satu faktor terpenting juga.

Leonardy pun berharap agar pembangunan perekonomian di Sumbar terus meningkat. Ia juga akan terus mendukung program perencanaan dan pembangunan untuk perubahan Sumatera Barat ke arah yang lebih baik.

Leonardy juga menyampaikan bahwa permasalahan stunting ini merupakan program dengan skala yang besar. Sehingga, anggaran yang dibutuhkan memang sangat besar. Tahun 2023 ada anggaran penanggulangan stunting yang cukup besar di APBN yang disalurkan lewat BKKBN. 

“Kalau dulu saya mengusulkan ke nagari untuk menggerakkan swadaya masyarakat berbentuk Masyarakat Peduli Stunting. Saat ini sudah ada juga program Orang Tua Asuh Stunting yang kurang lebih sama konsepnya,” kata Leonardy.

Dengan adanya anggaran khusus untuk stunting, harapannya penanggulangan stunting ini menjadi lebih baik lagi. Tentu saja hal ini harus dibarengi dengan usaha yang lebih baik dari BKKBN sebagai lembaga penanggungjawab, maupun dari pemerintah di berbagai lapisan. (*)
 
Top