PADANG.Lintas Media News.
Mantan Kombatan (veteran perang) di Suriah dan juga napi tindak pidana terorisme, Yahya, mengajak masyarakat dan generasi muda di Sumbar, agar jangan terpengaruh doktrin di media sosial (medsos) atau mana pun, untuk menjadi jihadis berangkat ke Suriah.

“Saya berpesan kepada adek-adek, teman-teman atau yang lebih tua dari saya. Kepada antum yang ada girah berjuang ke Suriah. Berpikirlah dulu, sebelum berangkat. Jangan terpengaruh doktrin di medsos atau mana pun untuk berangkat ke sana,” tegas pria asal Kabupaten Pasaman itu.

Yahya mengungkapkan, dirinya sudah menyaksikan langsung kondisi di Suriah dan menilai, perang yang terjadi di negara itu, bukan konflik untuk membela Islam. Tetapi hanyalah kepentingan dari elit politik yang ingin berkuasa. “Bukan Islam yang dibela di sana. Tapi yang ada hanya kepentingan elit politik,” tegas Veteran Jihadis Jabhah An-Nusrah, afiliasi Al Qaeda itu.  

Saat diwawancarai melalui channel youtube Sofyan tsauri channel, Yahya mengungkapkan pengalamannya di Suriah. Yahya mengungkapkan, dirinya masuk ke Suriah pada bulan Mei 2014 dan 2016 kembali pulang ke Indonesia. Saat dirinya pulang, sempat ditangkap di Negara Malaysia dan dideportasi ke Indonesia, kemudian ditahan selama lima tahun.

Keinginannya pergi ke Negara Suriah, motivasi awalnya karena melihat kaum Muslimin Suni di sana ditindas rezim Presiden Bashar Al-Assad. “Inilah yang membangkitkan girah saya untuk menolong saudara Muslimin di Suriah. Saya mulai mempelajari keutamaan jihad dan mati syahid, sehingga membangkitkan semangat dan keberanian untuk berangkat,” ujarnya. 
Ketika sampai di Suriah, dirinya dan lima orang dari Sumbar dipecah jadi dua kelompok. Ada yang bergabung ke kelompok ISIS dan ada yang gabung ke kelompok Jabhah An-Nusrah. 

“Dari Sumbar yang pergi ke sana lima orang. Yang kembali hanya saya sendiri.  Namun yang gabung ke ISIS banyak dari Sumbar. Saya masuk kelompok  Jabhah An-Nusrah, afiliasi Al Qaeda, di bawah pimpinan  Abu Muhammad Al-Jaulani Al Fatih,” ujar Yahya. 

Selama di Suriah, Yahya mengaku dirinya ikut perperang selama 2,5 tahun. Tugas yang diberikan kepadanya lebih banyak melakukan pembebasan wilayah. Selama di Suriah, Yahya bahkan pernah belajar dengan Syeikh Abu Firas Al As Suri, juru bicara Jabhah An-Nusrah, mantan tentara nasional Suriah yang berangkat ke Afganistan jadi jihadis.

Yang terjadi di Suriah menurut Yahya, adanya kelompok takfiri (kelompok yang mudah memberikan vonis kafir) yang masuk Suriah. Masuknya kelompok ini awalnya hanya melakukan dakwah. Namun, lama-kelamaan kelompok ini membawa militer masuk ke dalam Suriah.

Mereka mulai memunculkan fitnah dan memaksa semua kelompok untuk berbaiat dengan klaim munculnya khilafah. Padahal, sebelum masuknya kelompok ini, pihak oposisi pemerintah dan mujahidin sudah 70 persen menguasai Suriah. Namun munculnya kelompok ini dan kelompok ISIS dari Irak, berhasil membuat konsentrasi oposisi dan mujahidin terpecah. 

“Oposisi dan mujahidin tidak hanya fokus gulingkan pemerintah, tetapi juga harus menghadapi serangan dari kelompok takfiri ini dan ISIS dari belakang. ISIS sendiri jarang menyerang pemerintah,” ungkapnya.

ISIS bahkan menfatwakan semua warga yang berada di tempat mujahidin itu kafir. Sampai mereka menembakan gas beracun untuk daerah di luar mereka, yang disebut dengan darul kufur. 

Dengan kondisi tersebut, Yahya menilai, konflik yang terjadi di Suriah hanyalah hanyalah kepentingan politik di sana. Yahya mengingatkan, bagi generasi muda yang masih sekolah, kalau berjuang itu harus belajar yang rajin, sehingga dapat melahirkan prestasi yang membanggakan orang tua. Serta ilmu yang diraih dapat dimanfaatkan untuk berbakti kepada bangsa dan negara.(**)
 
Top