Padang.Lintas Media.

Terkait kelangkaan premium di Sumatera Barat (Sumbar),Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumbar yang salah
satunya membidangi sektor minyak dan gas (migas) akan panggil pihak terkait seperti,dinas energi sumber daya mineral (ESDM) dan Pertamina.

Hal itu disampaikan Ketua Komisi II, Arkadius Dt. Intan
Bano pada wartawan Jumat (18/10) di gedung DPRD,sehubungan dengan kelangkaan bensin premium dan solar di Sumatera Barat yang sudah menjadi masalah lama yang terus menerus berulang.

Menurut Arkadius,DPRD Sumbar meminta ada
solusi yang jelas dan harus terbukti bisa mengubah keadaan dalam
jangka panjang dan terus menerus. Jika tidak dilaksanakan, maka
provinsi ini akan selalu mengalami kelangkaan bahan bakar minyak
(BBM).

Arkadius menjelaskan.Dianggilnya pihak terkait dalam hal kelangkaan BBM ini bertujuan untuk mencari solusi efektif
yang langsung bisa mengubah keadaan. Terutama untuk mencari penyebab yang logis terkait kelangkaan tersebut.

Arkadius mengatakan. Jika Pertamina mengklaim
Sumbar sudah mendapatkan pasokan bensin premium lebih dari kuota namun
ternyata kelangkaan masih terjadi.Maka hal ini perlu dipertanyakan.

" Apakah premium tersebut seluruhnya masuk
ke SPBU-SPBU? Ini yang harus dipastikan," ujar Arkadius.

Menurut Arkadius,jangan -jangan kuota bahan bakar minyak
(BBM) ini dipermainkan oleh oknum-oknum tertentu yang ingin mengeluarkan
biaya lebih murah untuk kepentingan mereka. Sehingga menyebabkan tidak
semua jatah kuota BBM untuk Sumbar masuk ke SPBU karena telah
dicegat oleh oknumnya.

Hal lain yang perlu dikawatirkan menurut Arkadius adalah, jatah BBM untuk Sumbar terutama premium tidak sampai kemasarakat karena dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang
seharusnya menggunaan bensin non premium seperti pertalite atau
pertamax.

Untuk itu,selaku anggota DPRD,Arkadius minta,  harus ada peruntukan yang jelas terkait siapa saja pihak yang diperbolehkan untuk menggunakan bensin premium. Misalnya, mobil yang berkapasitas di bawah 1200 cc
saja yang diperbolehkan.

"Bensin premium itu seharusnya diutamakan untuk angkutan umum. Boleh
pula untuk mobil 1200 cc ke bawah," tegasnya.

Pada kesempatan itu,Arkadius juga minta,perlunya ada sanksi bagi mereka yang memakai premium tapi tidak seharusnya dia uang memakainya. Jika memang tidak
bisa sanksi denda atau sanksi hukum, setidaknya harus ada sanksi sosial. Misalnya, ada petugas yang ditugaskan untuk menempelkan stiker
di mobil-mobil yang seharusnya tak menggunakan premium.

Cara-cara seperti ini, menurut Arkadius akan mendidik masyarakat
secara moral dan memberitahukan kepada mereka bahwa bensin premium
bukan hak mereka. Sehingga muncul rasa malu dan kesadaran.

Selain itu, Arkadius menilai harus ada kesamaan waktu penyaluran
bensin premium di SPBU-SPBU. tujuannya untuk menghindari kemacetan
panjang di ruas jalan sekitar SPBU karena antrean kendaraan yang ingin
mengisi bensin premium.

Arkadius menilai untuk tahap awal, ketiga hal ini harus dilakukan
untuk menghindari kelangkaan bensin premium dan solar di Sumbar. Yakni
pertama, kepastian seluruh jatah bbm Sumbar masuk ke SPBU dan tidak
dicegat oleh oknum, kedua ada sanksi untuk pengguna kendaraan, ketiga
masuk pada waktu yang sama.

Sementara itu, selain bensin premium, kelangkaan solar pada
daerah-daerah tertentu juga terjadi di Sumbar. Terutama daerah-daerah
yang memiliki industri. Diantaranya, Pasaman, Pasaman Barat, Solok
Selatan, Dharmasraya.

Perusahaan-perusahaan menengah dan perusahan besar, menurut Arkadius
seharusnya tidak membeli solar melalui SPBU. Sesuai aturan mereka
punya sistem DO yang mengharuskan mereka membeli bukan di SPBU.

"Namun kita khawatir justru mereka membeli melalui jatah SPBU demi
mengejar harga yang lebih murah. Inilah yang kemudian mengakibatkan
kelangkaan solar," ujarnya.

Agar tak ada kelangkaan ini, Arkadius menilai perlu ada penegasan
terkait pengguna solar. Selain juga harus ada ketegasan dan pengawasan
agar perusahaan-perusahaan ini membeli solar dengan sistem DO.

Dengan sistem ini, lanjut Arkadius, pengadaan solar mereka bukan
melalui SPBU namun ke pangkalan. Jika memungkinkan sebaiknya ada
insentif yang diberikan untuk perusahaan yang membeli dengan sistem
DO.

"Jika perusahan membeli lewat SPBU tentu solar menjadi langka karena
kebutuhan yang dihitung adalah untuk kendaraan. Bukan termasuk
perhitungan untuk kebutuhan industri," ujarnya.(Sri)
 
Top