|
Syafni 'Juragan' Rakik
|
Padang, Lintas Media News
Getirnya kehidupan sebagai penanam padi, membuat Syafni harus berpikir keras untuk merubah nasib, apalagi pekerjaan sebagai penanam padi merupakan pekerjaan musiman dan upahnya juga tidak cukup untuk biaya kebutuhan rumah tangga.
"Upah menanam padi sehari Rp. 60 ribu, dan itu hanya kerja musiman. Kalau dihitung-hitung, uang sebanyak itu hanya cukup untuk biaya makan sekeluarga, tidak bisa ditabung," kata Syafni saat ditremui di rumahnya, Senin, 29 Juni 2020 siang.
Jauh sebelum menjadi juragan rakik, tepatnya di medio 2010, juragan rakik dengan merek Syafni itu menyebut bahwa dia sempat jualan lontong di teras depan rumahnya. Jualan lontong itu dilakoninya, karena dorongan dari kakak sepupunya bernama Basri Dt Rajo Usali yang kini menjadi Ketua KAN Lubuk Kilangan.
"Uda Basri yang kasih saya uang Rp. 500 ribu untuk modal jualan lontong. Beliau mau memberikan uang, karena beliau kasihan melihat kondisi ekonomi saya yang selama ini bekerja sebagai penanam padi di sawah, apalagi suami saya hanya bekerja sebagai tukang bongkar muat batubara di kawasan Indarung," ujarnya.
Dengan uang Rp500 ribu itu, lanjutnya, Ia pun kemudian mencoba jualan lontong. Enam bulan lamanya jualan lontong, rupanya tidak membuat perubahan sama sekali, apalagi suaminya bernama Syamsubir mengalami sakit stroke. Sebagai seorang Istri, tentu Syafni tidak tinggal diam melihat kondisi sang suami.
Wanita berusia 54 tahun itu kemudian mengajukan permohonan bantuan modal usaha ke Lembaga Amil Zakat Semen Padang (sekarang Unit Pengumpul Zakat Baznas Semen Padang). Gayung bersambut, permohonannya dipenuhui dan Ia pun mendapat bantuan modal usaha sebesar Rp1,5 juta.
Bantuan berupa uang tunai itu kemudian digunakan untuk membeli beras, minyak goreng, gula dan berbagai kebutuhan lainnya untuk dijualnya. "Jadi, di samping jualan lontong, saya juga jual kebutuhan dapur seperti beras, minyak goreng dan lain sebagainya. Namun sayangnya, keuntungannya juga tidak cukup untuk kebutuhan keluarga," bebernya.
Meski nasib belum juga berubah, Syafni tak mau menyerah. Berberkal sedikit kepandaiannya membuat rakik dan aktif dikegiatan Posyandu Kartini I Batu Gadang sebagai kader, rupanya menjadi titik balik bagi Syafni. Dan itu berawal ketika adanya pesanan dari pegawai di Puskesmas Lubuk Kilangan.
Salah seorang petugas Puskesmas yang berkunjung ke rumahnya, mencoba mencicipi rakik maco yang Ia buat. Ternyata, petugas tersebut ketagiahan dan dia mau memesan rakik yang ia buat. Singkat cerita, beberapa petugas Puskesmas Lubuk Kilangan juga ikut memmesan rakik kepadanya.
Melihat ada potensi yang cukup menjanjikan, tahun 2015 Syafni kemudian mengajukan proposal ke Corporate Social Responsibility (CSR) Semen Padang untuk menjadi mitra binaan. Pihak CSR kemudian menyetujui dan Syafni pun mendapat kucuran dana bergulir sebesar Rp7,5 juta untuk modal usaha.
"Dana pinjaman dari Program Kemitraan CSR Semen Padang itu saya kembangkan dengan membuat berbagai jenis rakik, seperti rakik kacang, maco dan lain sebagainya. Alhamdulillah, usaha rakik saya berkembang pesat. Bahkan dalam sebulan, omset saya mencapai Rp10 juta," tuturnya.
Bukan kali itu saja Syafni mendapat pinjaman modal usaha dari CSR semen Padang. Pada tahun 2017, ia pun kembali mendapatkan pinjaman modal usaha sebesar Rp15 juta. "Sekarang dana pinjaman itu sudah saya lunasi. Saya bersyukur bisa menjadi bagian dari mitra binaan CSR Semen Padang," ungkapnya.
Ibu satu anak itu menyebut bahwa banyak manfaat yang didapat menjadi mitra binaan CSR Semen Padang. Selain mendapat pinjaman modal usaha dengan bunga rendah, manfaat lainnya yaitu mendapat pelatihan manajemen pengelolaan keuangan usaha. "Kalau dulu, uang masuk dan uang keluar gak pernah dicatat, jadi gak tahu keuntungannya berapa. Kalau sekarang sudah ada pembukuannya, semuanya tercatat dengan rapi," kata Syafni.
Selain itu, katanya menambahkan, fasilitas lainnya yang didapat dari CSR Semen Padang adalah berupa promosi, seperti pameran di berbagai daerah di Sumbar. "Selama jadi mitra binaan, saya juga pernah difasilitasi untuk ikut pameran di Padang Fair tahun 2018. Alhamdulillah, penjualan saya di Padang Fair mencapai Rp5juta," tuturnya.
Di samping mendapat fasilitas berupa prmosi dari CSR Semen Padang, Syafni juga menuturkan bahwa Ia juga aktif door to door ke mini market dan berbagai toko ritel lainnya di Kota Padang untuk mempromosikan rakik yang diproduksinya. Usahanya ternyata berbuah manis.
Sekitar 70 persen rakik yang diproduksinya, habis terjual di toko ritel, termasuk di Gallery Balanjo yang didirikan oleh CSR Semen Padang. "Selain toko ritel, saya juga memasok ripik ke pasar-pasar, seperti Pasar Bandar Buat dan Pasar Simpang Haru," bebernya.
Tidak itu saja, Syafni juga menuturkan bahwa rakik yang diproduksinya juga dikirim ke luar Sumatera, seperti Jakarta. Bahkan, ada juga yang dipesan oleh konsumennya untuk dibawa ke Singapura, Malaysia dan Jepang sebagai oleh-oleh. "Kalau di Jakarta, itu untuk dijual di sana. Dalam sebulan, saya rutin mengirim sekitar 150 bungkus ke Jakarta. Tapi sejak 6 bulan terakhir, penjualan di Jakarta untuk sementara dihentikan, karena yang jualan sudah meninggal," ujarnya.
Terkait wabah COVID-19 yang membuat pemerintah mengambil kebijakan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai solusi untuk mengendalikan wabah COVID-19, Syafni menyebut bahwa kebijakan itu tentu berdampak kepada usahanya.
Namun begitu, baginya itu tidak masalah dan dia menganggap bahwa kebijakan tersebut menjadi tantangan untuk tetap survive di tengah pandemi wabah COVID-19. "Kalau omset menurun itu jelas, karena semuanya berdampak, termasuk toko ritel, karena toko ritel mitra terbesar saya dalam penjualan rakik," katanya.
Di era new normal sekarang ini, Syafni menuturkan bahwa usaha rakiknya mulai bangkit. Berbagai konsumen telah mulai memesan rakik yang diproduksinya. "Setiap hari selalu ada yang memesan. Meskipun tidak banyak, alhamdulillah hasilnya cukup untuk kebutuhan keluarga," tuturnya. (LM/hms)